Oleh: Firli Dwi Nur Cahyani

Mahasiswa Magang MBKM_Universitas Brawijaya_Fakultas Pertanian_Universitas Brawijaya

Gambar 1. Penilaian Bibit Mangrove Siap Tanam Sumber: dokumentasi pribadi)

Sebelumnya kita telah membahas tentang definisi bibit. Sekarang, yuk kita bahas tentang mutu bibit..!!!

Apasih mutu bibit itu?

Mutu menurut KBBI sendiri dapat diartikan sebagai ukuran baik buruknya suatu benda atau kualitas. Sehingga, dari pengertian tersebut, dapat kita definisikan mutu bibit sebagai ukuran baik-buruknya suatu bibit atau kualitas bibit.

Mutu bibit harus mampu memcerminkan kapasitas atau kemampuan bibit untuk tumbuh dan beradaptasi dengan lingkungannya pasca ditanam (Sianturi & Sudrajat, 2019). Mutu bibit meliputi beberapa kriteria yang bukan hanya dapat dibuktikan di persemaian, melainkan juga dapat dibuktikan secara nyata di lokasi penanaman. Beberapa negara bagian di AS bahkan mencanangkan “ free to grow” dengan pernyataan kriteria bibit di persemaian tidak hanya dapat hidup di lokasi penanaman, tetapi juga harus dapat tumbuh dengan lebih baik, serta mampu berkompetisi dengan tanaman pesaingnya selama kurun waktu 5 tahun (Landis & Dumroesoe, 2006).

Korelasi Mutu Bibit dengan Keberhasilan Penanaman

Kriteria mutu bibit umumnya didasarkan pada karaktersitik morfologi dan fisiologis, serta genetiknya. Beberapa karakteristik morfologi yang biasanya digunakan yaitu tinggi, diameter bibit, jumlah daun, dan nilai kekompakan media. Sementara untuk karakteristik fisiologisnya adalah kemampuan bibit dalam menumbuhkan akar dan tunas baru, ketahanan bibit terhadap stress, dan karakteristik lainnya (Grossnickle et al., 2017). Pada penentuan kriteria bibit siap tanam, karakteristik morfologi tersebutlah yang seringkali digunakan. Dari hasil percobaan Sharma et al., (2007) terhadap tanaman Pinus radiata menunjukkan bahwa tinggi bibit dan juga indeks kekompakan media adalah penduga terbaik untuk persentase tumbuh tanaman sampai dengan usia tanaman 1 tahun. Variabel tinggi dan kekompakan media ini berkorelasi terhadap umur tanaman, yang artinya semakin bertambah usia tanaman, maka tinggi dan kekompakan medianya juga akan semakin bertambah (Wahyudi et al., 2022).

Lebih lanjut, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik morfologis bibit berupa diameter pangkal batang berpengaruh positif terhadap pertumbuhan bibit dan kemampuan beradaptasinya di lapangan. Diamater menunjukkan pengaruh positifnya terhadap perkembangan ukuran akar. Semakin besar diameter pangkal batang bibit, maka ukuran akar juga semakin besar, sehingga lebih mantap dan siap untuk ditanam di lapangan.

Merujuk pada SNI 8420:2018 tentang Bibit Tanaman Hutan, beberapa tanaman hutan mempunyai kriteria morfologis bibit siap tanam sebagai berikut:

NoNama LokalNama BotaniFamiliTinggi (cm)Diameter (mm)Jumlah Daun/LCR
1AkasiaAcacia mangiumFabaceae/Leguminose>25>3>6
2Pinus/TusamPinus merkusiiPinaceae>25>3>8
3KemiriAleurithes moluccanaEuphorbiaceae (Phyllanthaceae)>45>5>6
4SengonFalcataria moluccanaFabaceae/Leguminoceae>35>4LCR>30%
5Glodogan TiangPolyalthia longifoliaAnonaceae>45>6>10
6JatiTectona grandisVerbenaceae>30>4>6
7TrembesiSamanea samanFabaceae/Leguminoceae>50>5LCR>40%

Berkaitan dengan mutu genetik, semakin baik mutu genetiknya, maka akan semakin bagus pula mutu bibitnya. Mutu genetik ini dapat dikaitkan dengan kelas sumber benih. Kelas sumber benih dari yang terendah hingga yang tertinggi adalah Tegakan Benih Teridentifikasi (TBT); Tegakan Benih Terseleksi (TBS); Areal Produksi Benih (APB); Tegakan Benih Provenan (TBP); Kebun Benih Semai (KBS); Kebun Benih Klon (KBK); dan Kebun Pangkas (KP). Semakin tinggi kelas sumber benih tersebut, maka akan semakin tinggi mutu genetiknya.

Mutu genetik berpengaruh positif dalam:

  1. Membuat pertumbuhan tanaman mejadi semakin optimal. Mutu genetik yang semakin bagus akan menghasilkan bibit tanaman yang tumbuh sehat dan kuat.
  2. Meningkatkan produktivitas. Tanaman dengan mutu genetik tinggi sangat berpotensial untuk memiliki ptoduktivitas yang tinggi dalam segi kualitas maupun kuantitasnya.
  3. Membuat bibit lebih tahan terhadap serangan hama penyakit.
  4. Bibit menjadi lebih mudah beradaptasi dengan lingkungannya.
  5. Bibit lebih efisien dalam menyerap nutrisi dan zat hara, sehingga masih dapat hidup pada lingkungan yang kurang optimal.
  6. Meningkatkan daya tumbuh bibit, sehingga sangat menentukan keberhasilan penanaman.

Hasil Penelitian-Penelitian Terdahulu

Para peneliti telah melakukan berbagai penelitian mengenai korelasi antara mutu bibit dengan keberhasilan penanaman. Nah, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:

  1. Nurhasybi (2010) pernah melakukan penelitian terhadap tanaman Kepuh (Sterculia foetida). Hasilnya menunjukkan bahwa bibit Kepuh dengan kriteria tinggi >30 cm serta diameter >4 mampu menghasilkan persentase tumbuh bibit di lapangan sebesar 80%. Wah besar juga yah…
  2. Penelitian Budiman et al. (2016) terhadap tanaman Jabon (Neolamarckia cadamba) menunjukkan bahwa tinggi bibit antara 20-30 cm dengan diameter >4,5 cm serta indeks kekokohan senilai 5,47 memiliki pengaruh nyata terhadap kerberhasilan penanaman.
  3. Sianturi & Sudrajat (2019) juga pernah melakukan penelitian dengan menggunakan tanaman Nyamplung (Callophyllum inophyllum). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa karakteristik diameter dan tinggi bibit di persemaian berpengaruh positif dengan mutu/kualitas bibit lainnya, dan dengan tinggi, diameter, dan persentase hidup tanaman usia 2 tahun di lapangan.

Nah, bagaimana sobat? Ternyata mutu bibit sepenting itu ya untuk menentukan keberhasilan penanaman kita?! Jangan sampai asal pilih bibit lagi ya supaya tanaman yang kalian tanam bisa terus tumbuh sampai besaarrr..!!! 😊

#SALAM LESTARI

DAFTAR PPUSTAKA

BSN (Badan Standardisasi Nasional). (2018). SNI 8420:2018: Bibit Tanaman Hutan. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

Budiman, B., Sudrajat, D. J., Lee, D. K., & Kim, Y. S. (2015). Effect of initial morphology on field performance in white jabon seedlings at Bogor, Indonesia. Forest Science and Technology 11(4), 206 – 205. DOI:10.1080/21580103.2015. 1007897.

Grossnickle, S. C., & South, D. B. (2017). Seedling quality of southern pines: Influence of plant attributes. Tree Planters’ Notes. 60(2), 29 – 40.

Landis, T. D. & Dumroese, R. K. (2006). Applying the target plant concept to nursery stock quality. Plant quality – A key to success in forest establishment. Dublin, Ireland : COFORD.

Nurhasybi. (2010). Analisis potensi produksi benih, penanganan dan karakteristik pertumbuhan bibit kepuh (Sterculia foetida Linn.) sebagai salah satu sumber biofuel. Tesis. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan, Universitas Gajah Mada.

Sharma, R. K., Mason, E. G., & Sorensson, C. (2007). Impact of planting stock quality on initial growth and survival of radiata pine clones and modelling initial growth and survival. NZ Journal of Forestry, May 2007, 14-23.

Sianturi, R, D. & Sudrajat, D. J. (2019). Korelasi karakteristik bibit nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) dengan pertumbuhan tanaman pada tingkat lapang. Jurnal WASIAN 6(1), 45-55.

Wahyudi, A., H.A. Ekamawanti, & D. Astiani. (2022). Uji Mutu Bibit Rhizophora stylosa Siap Tanam Berdasarkan Umur Bibit di Persemaian Kawasan Mangrove Kota Singkawang. Jurnal Lingkungan Hutan Tropis, 1(1), 234-242.

MUTU BIBIT SANGAT MENENTUKAN KEBERHASILAN PENANAMAN LOH SOBAT!! BERIKUT PENJELASANNYA…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Chat WA Pelayanan