Penulis : Hawwin T. Huda


Sertifikasi Perbenihan Tanaman Hutan adalah proses pengakuan kelas sumber benih, mutu benih, dan mutu bibit tanaman hutan yang dibuktikan dengan dokumen mutu agar konsumen mendapat benih dan bibit yang berkualitas baik sesuai dengan tingkatannya. Sertifikasi tersebut tidak terpisahkan karena berperan berkesinambungan hingga menghasilkan mutu bibit sesuai kelasnya.

Untuk menghasilkan mutu bibit yang diinginkan, diperlukan pembuatan bibit yang baik dengan mutu benih yang jelas berasal dari sumber benih yang baik pula. Kembali untuk mendapatkan mutu benih yang jelas, maka dibutuhkan kelas sumber benih yang sesuai. Kelas sumber benih yang terdiri atas beberapa tingkatan sangat menentukan kualitas genetik dari benih dan bibit yang dihasilkan. Kualitas sumber benih dapat diklasifikasin berdasarkan 7 tingkat kelas (PermenLHK Nomor P.3/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2020), yaitu :

  1. Tegakan Benih Teridentifikasi (TBT),
  2. Tegakan Benih Terseleksi (TBS),
  3. Areal Produksi Benih (APB),
  4. Tegakan Benih Provenan (TBP),
  5. Kebun Benih Semai (KBS),
  6. Kebun Benih Klon (KBK),
  7. dan Kebun Pangkas (KP).

Tingkat kelas tersebut dikategorikan berdasarkan fenotipe dan genotipe tegakan sumber benih. Kelas TBT hingga APB dikategorikan berdasarkan fenotipe tegakan, lalu kelas TPB hingga KP dikategorikan melalui pemuliaan dari berbagai genotipe berdasarkan fenotipe yang terbaik. Penampilan fisik dan sifat pohon yang dihasilkan kelak merupakan hasil interaksi genotipe (susunan genetik yang mengendalikan satu atau beberapa sifat) dengan lingkungan.

Jika ingin memanfaatkan benih tanaman hutan, sertifikasi sumber benih wajib dilakukan pada beberapa jenis berikut :

  1. Jati (Tectona grandis)
  2. Mahoni (Swietenia spp.)
  3. Sengon (Paraserianthes falcataria atau Falcataria moluccana)
  4. Gmelina (Gmelina arborea)
  5. Jabon (Antocephalus spp.)
  6. Kemiri (Aleuritis moluccana)
  7. Cempaka (Elmerrilia sp, Elmerrilia ovalis, Elmerrilia tsiampaca, Michelia champaca, Manglietia glauca, Magnolia elegans)
  8. Gaharu (Aquilaria filaria, Aquilaria malaccensis, Aquilaria microcarpa, Gyrinops resbergii, Gyrinops verstegii)
  9. Pinus (Pinus merkusii)
  10. Cendana (Santalum album)
  11. Kayu Putih (Melaleuca cajuputi).

Ketentuan tersebut diatur oleh Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.707/Menhut-II/2013 Jo. Nomor : SK.396/MENLHK/PDASHL/DAS.2/2008/2017 tentang Penetapan Jenis Tanaman Hutan yang Benihnya Diambil dari Sumber Benih Bersertifikat.

Guna melindungi konsumen terkait kejelasan mutu benih dan/atau bibit, syarat benih dan/atau bibit boleh beredar adalah harus jelas kualitasnya melalui sertifikasi mutu benih dan/atau bibit. Standar mutu benih dan bibit terdiri atas mutu genetik dan mutu fisik-fisiologis. Mutu genetik diperoleh dari kelas sumber benih yang jelas, sedangkan mutu fisik-fisiologis diketahui dari penampilan fisiknya. Selain itu, terdapat juga benih yang tidak diambil dari sumber benih bersertifikat maka benih dan/atau bibitnya tidak memiliki mutu genetik (asalan/ tidak jelas asal-usulnya). Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa benih dan/atau bibit dengan mutu terendah adalah yang diambil dari sumber benih kelas TBT sampai yang terbaik adalah kelas KP.

Dalam rangka meningkatkan kualitas Rehabilitasi Hutan dan Lahan, dibutuhkan bibit yang mempunyai kualitas fenotipe/genotipe di atas rata-rata hutan alam/tanaman sehingga dapat meningkatkan produktivitas kayu yang dihasilkan nantinya.  Sumber benih benih kelas TBS dan APB hanya memiliki kualitas fenotipe di atas rata-rata, sedangkan genotipenya belum jelas kualitasnya. Lebih dari itu, sumber benih hasil pemuliaan tanaman hutan mulai dari TBP sudah memenuhi standar produktivitas sehingga  diharapkan bibit yang diproduksi dapat meningkatkan kualitas RHL melalui peningkatan produktivitas kayu yang dihasilkan kelak.

PENTINGNYA SERTIFIKASI PERBENIHAN TANAMAN HUTAN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Chat WA Pelayanan